Posted by : Unknown
Senin, 14 September 2015
Di tengah tengah pelajaran, Mawan malah asyik
ngobrol sama Bella, salah satu teman sekelasnya yang cukup dekat dengan Mawan,
mungkin karena mereka sama sama memiliki tingkah laku yang konyol dan sering
tertawa bersama sama. Mawan sedang memainkan ponsel Bella, tiba tiba dering sms
berbunyi, dia langsung memberikan ponselnya pada Bella, namun setelah melihat
notifikasi ponselnya, Bella mengembalikan lagi ponselnya itu pada Mawan,
“kenapa? Ga di liat dulu?” tanya Mawan.
“ngga ah, ga penting,” jawabnya singkat.
“siapa emang? Gua liat yaaa...” sikap kepo nya
kembali kumat.
“jangan...!! eh, tapi liat aja deh, bodo
amat...” katanya lagi cuek. Mawan pun iseng memeriksa pesan dari siapakah itu,
dan di kotak masuk ponsel Bella, tertera nama seseorang yang bertanya pukul
berapa Bella pulang hari ini, ‘Ka Rian’ begitulah nama itu tertulis.
“ciee... Ka Rian niih... yakin ga mau di
bales????” canda Mawan.
“yakin banget, lagi males ketemu dia,”
“kenapa emang? Tumben amat...” tanya Mawan
sambil terus mengulik ponsel Bella.
“males aja Wan, bukan apa apa sih, tapi ga tau
lah, ada satu cara pikir dia yang gua ga suka, jadi males aja bawaannya...”
“cara pikir dia yang mana...”
Rian adalah senior Mawan dan Bella dari
jurusan berbeda yang sudah lulus sekitar satu tahun yang lalu, seperti halnya
Bang Aping dan senior senior nya yang lain, Rian juga masih betah berada di
kampus, ia masih sering datang ke kampus, entah jelasnya untuk apa, sejauh yang
Mawan tau, Rian ke kampus untuk bertemu teman temannya yang mungkin sudah
berlangganan untuk memperbaiki gadget mereka.
Sebagai lulusan teknik informatika, permasalahan yang berkaitan dengan
jaringan, koneksi atau perangkat pada sebuah gadget bukanlah hal sulit bagi Rian, ia bisa mengatasi permasalahan
semacam itu. Dari situ lah Rian mendapat uang saku untuk kehidupan sehari hari
nya sebelum ia mendapat pekerjaan tetap. Dan saat ini Rian sedang berusaha
mendekati Bella.
“dia tuh orangnya pemilih Wan...” kata Bella.
“pemilih gimana?”
“ya lu tau sendiri sekarang dia belum punya
kerjaan tetep, ya itu tuh gara gara dia terlalu pemilih...”
“oh gitu, dia yang bilang sendiri sama lu?”
“ya ga secara langsung, tapi dia emang sering
bilang tentang alesan alesannya kenapa ga mau kerja disini, disitu... adaaaa
aja alesannya, ga ngerti gua sama jalan pikirannya...”
“contohnya apa alesannya?”
“kejauhan lah, jadwal nya nyiksa lah, malah ga
jarang dia bilang gaji nya kecil, parah kan?”
“ya elaaah, pemula mah ga usah banyak gaya
kali, ga usah banyak nuntut, jalanin aja dulu...” timpal Mawan.
“nah itu, terakhir dia cerita, kalo bapak nya
tuh sering nawarin dia kerjaan, tapi dia nya aja yang banyak alesan, malah dia
bilang ke gua kalo dia ga suka di paksa, maksudnya, dia males kalo ditanya
kerja dimana, udah punya apa, kapan nikah? menurut dia, kebahagiaan itu ga di
tentuin dari materi doang, katanya lagi, asalkan dia nyaman sama hidupnya
sekarang dan ga ngerugiin orang lain, yaudah, ga ada masalah. Padahal kan
pertanyaan kaya gitu wajar untuk seorang laki laki yang udah lulus kuliah kaya
dia, apalagi yang nanya nya itu orang tua nya sendiri, iya kan?”
“yaiyalah, jangankan yang udah lulus Bel, gua
aja yang masih kuliah pernah ditanya kaya gitu...”
“nah itu, untungnya bapak nya dia sabar, ga
pernah bener bener maksa, makanya sampe sekarang dia masih santai. Kalo gua
jadi bapak nya, udah gua usir kali dari rumah...”
“hahaha, sabar Bel, sabar... yang penting dia
baik sama elu kan.. :D”
“iya sih, gaada hubungannya kali Wan -_-,
maksud gua, harusnya Ka Rian tuh berpikir
realistis, bukan sekedar arti kebahagiaan yang ga di ukur dari materi, bukan
itu doang, tapi ya emang sebagai laki laki dia kan harus punya tanggung jawab,
suatu saat nanti tuh dia bakal nikah, jadi kepala keluarga, bukannya jaman
sekarang cinta doang ga cukup? Secara realistis kan kaya gitu iya kan?”
Mawan ngangguk ngangguk tanda setuju sama kata
kata Bella. “padahal temen temennya kan udah pada kerja yah, ga ada niat untuk
ngikutin apa ya?”
“iya makanya, itu yang bikin gua males ngobrol
sama dia, terlalu naif, terlalu imajinatif, sampe lupa kenyataan...” kata Bella
sedikit ketus.
Dari pandangan Bella terhadap Ka Rian, Mawan
sadar kalau mungkin hampir semua perempuan punya pikiran yang sama kaya Bella. Di usia dewasa, perempuan bukan lagi hanya
berfikir tentang cinta dan kasih sayang, tapi juga materi dan realita.
Mawan terima itu, karena memang kenyataan nya seperti itu, laki laki memiliki
tanggung jawab besar melebihi seorang wanita, mereka di tuntut untuk bisa
menghidupi bukan hanya dirinya sendiri, tapi juga orang lain, orang tuanya,
istrinya dan anak anaknya kelak.
Cara fikir seperti Ka Rian adalah cara fikir
yang harus dibuang jauh jauh oleh Mawan, apalagi ia mendengar pendapat dari
seorang perempuan secara langsung tentang seperti apa laki laki seharusnya
bertindak, sebagai orang yang sedang berusaha mendapatkan hati Bella, secara
tidak langsung Rian sudah gagal di tengah perjalanan karna sikapnya itu, dan
Mawan tidak mau itu terjadi pada dirinya, hal
semacam itu akan menjadi modalnya untuk membangun harga dirinya di hadapan
perempuan.
Mawan tidak ingin ada perempuan yang berfikir
seperti Bella tentang Ka Rian pada dirinya, Mawan ingin terus memperbaiki
dirinya untuk masa depannya, ia ingin bisa menjadi sosok laki laki yang
bertanggung jawab, mapan dan layak menjadi pemimpin suatu saat nanti.
Mawan hanya ingin terus berusaha memantaskan
dirinya untuk perempuan yang akan menjadi jodohnya kelak.... :D