Posted by : Unknown
Senin, 07 September 2015
Mawan berdiri di depan kaca sudah hampir setengah jam,
setelah dia selesai merapikan dirinya untuk segera berangkat kuliah, ia menatap
dirinya lamat lamat di depan kaca dan terus bertanya tanya,
“mau sampe kapan kaya gini terus? udah ngapain aja sejauh ini??”
Akhir akhir ini Mawan seperti mendapat pencerahan, atau
mungkin bukan disebut pencerahan, tetapi tamparan keras dari tuhan melalui
orang orang yang ia temui,
3 hari yang lalu, Mawan tak sengaja bertemu Fikri, teman SMA
nya dulu, mereka sempat bercakap cakap dan saling bertanya kabar. Fikri
mengetahui sedikit banyak tentang bagaimana kabar teman teman SMA mereka dulu,
dari Fikri, Mawan mendapat banyak informasi yang selama ia lulus SMA, tak di
ketahui nya sama sekali, seperti
Galih yang akhirnya
memilih untuk mengambil kesempatannya berkuliah di salah satu universitas
negeri terbaik setelah menerima keputusan bahwa ia gagal seleksi masuk sekolah
penerbangan yang sejak lama di cita citakannya, Galih bilang, tahun depan ia
akan mencoba nya lagi, dan mengapa saat ini ia memilih untuk berkuliah di
universitas itu, karna ia sudah lolos pada seleksi umum masuk perguruan tinggi
negeri di universitas tersebut, dan untuk menanggung malu pada keluarga dan
teman temannya, karna ia ditolak di sekolah penerbangan itu, ‘daripada ga
kuliah’, pikirnya. Alasan yang sangat konyol, universitas sebagus itu, hanya ia
jadikan sebagai media untuk menyelamatkan gengsinya?
Ada juga Helmi, yang sekarang mengambil jurusan ilmu
komunikasi di universitas yang sudah menjadi obsesi Mawan sejak lama,
universitas impiannya, namun, Mawan gagal masuk ke universitas itu, karna
alasan standar, nilai dan semua persyaratan lain yang tidak mencukupi. Namun baginya itu hanya masalah ‘belum rejeki’.
Permasalahn lainnya adalah, Helmi adalah orang yang tidak disukai Mawan,
alasannya karena ia tahu sedikit banyak tentang Helmi walaupun tak mengenalnya
dengan baik, Helmi adalah salah satu siswa yang lumayan populer di sekolahnya
dulu, dan mungkin itulah yang membuatnya menjadi sedikit sombong kala itu.
Mawan lantas mendengus ‘kenapa harus si Helmi sih, kenapa ga yang lain ajaaa....’
Belom lagi Nanda, teman seangkatannya yang belum kuliah,
entah belum atau memang tidak akan kuliah, Fikri bilang, ia sudah mengunjungi
beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Jepang hingga Thailand, untuk
berlibur. Awalnya Mawan berfikir, mungkin karna Nanda adalah orang kaya yang
punya banyak uang, namun, ternyata ia berlibur menggunakan uang yang ia tabung
sendiri, ia sengaja melakukannya, kata Fikri. Hebat, fikir Mawan, selain ia iri
dengan pengalamannya berkunjung ke berbagai negara, ia juga salut dengan
kemampuan Nanda untuk menabung hingga bisa membawanya ke berbagai tempat tanpa
harus membebani orang tua nya. Bagi Mawan, mengumpulkan uang bukanlah hal
mudah, uang yang ia kumpulkan selalu terpakai untuk kebutuhan lain sebelum
target nya tercapai.
Dan masih banyak lagi kabar lainnya yang Fikri ceritakan
pada Mawan, termasuk tentang beberapa orang temannya yang memilih untuk tidak
kuliah dan hanya menikmati masa muda nya untuk bersenang senang tanpa
menghasilkan apapun, mereka hanya bermain, kumpul dengan teman temannya dengan
menghabiskan uang orang tuanya, teman perempuannya yang lebih memilih untuk
menikah daripada melanjutkan pendidikannya, sebagian yang lain memilih untuk
bekerja, dan sebagian lainnya memilih untuk mengambil keduanya, kuliah, sambil
bekerja untuk meringankan biaya perkuliahan mereka.
Dan Mawan, ia memilih untuk tetap berkuliah, setelah pada
awalnya ia hampir memilih untuk bekerja setelah ia lulus, karena ia berkali
kali gagal masuk di universitas yang di inginkannya, sedikit demi sedikit ia
mulai kehilangan semangatnya untuk kuliah, ia bosan dengan tes tes yang harus
di jalani ketika mendaftar di universitas, namun teman teman dan keluarga nya
kembali mengingatkannya untuk tetap berkuliah,
Teman temannya secara realistis berpendapat bahwa zaman
sudah semakin modern, akan semakin sulit mencari pekerjaan dengan hanya
bermodalkan ijazah SMA, bahkan saat ini banyak orang yang bergelar sarjana yang
masih luntang lantung mencari pekerjaan, terlebih lagi karena Mawan adalah laki
laki, yang suatu saat nanti akan menjadi pemimpin keluarga, ‘elu mau ngelamar
cewe lo pake apa Wan...’ salah satu temannya bahkan berkata seperti itu.
Sedangkan keluarganya, beralasan karna Mawan adalah anak
sulung yang mempunyai 3 orang adik, dan suatu saat nanti Mawan pun harus
bertanggung jawab akan mereka bertiga, baik secara moral dan tingkah laku,
maupun secara materi. Ketika Mawan berterus terang pada orang tuanya bahwa salah
satu alasannya memilih untuk kerja adalah karna ia tak mau terus membebani
orang tuanya, kedua orang tua nya hanya meminta Mawan untuk tidak
menghawatirkan hal itu, karena mereka dan saudara saudara lainnya selalu saling
membantu dalam hal keuangan, terutama sang paman yang memang tidak menikah dan
memiliki penghasilan cukup besar, dan sangat memungkinkan untuk bisa menutupi
biaya perkuliahan Mawan.
Hingga akhirnya, sampailah Mawan pada titik ini, dimana ia
menjalani kuliah nya di universitas yang biasa biasa saja, bukan universitas
universitas besar seperti yang dulu di cita citakannya, Mawan selalu berusaha
menikmati kehidupan perkuliahannya, walau kadang melelahkan, namun ternyata
kuliah tidak seburuk itu, Mawan memiliki banyak teman yang gila, dan selalu
bisa membuatnya tertawa besar bahkan seringkali membuatnya merasa betah berada
di kampus.
Ia pun terus berusaha mengingatkan dirinya untuk selalu
bersyukur bahwa ia masih bisa berkuliah dan menimba ilmu dengan layak sementara
banyak orang lain di sekitarnya yang tidak bisa berkuliah karna berbagai
alasan.
“berubah Wan... berubah... jangan gini gini terus, lo bisa
kaya mereka, bahkan lebih, dengan cara lo sendiri, semua orang itu punya jalan
sukses nya masing masing, tuhan itu ga pernah tidur,
“jangan sampe pas lulus nanti ga jadi apa apa dan cuma jadi
orang yang biasa biasa aja, buat apa kuliah? Ga ada gunanya!!”